Setiap penulis literatur kepemimpinan pada
umumnya mengajukan pengertian tersendiri tentang kepemimpinan. Locke (1997)
melukiskan kepemimpinan sebagai suatu proses membujuk (inducing) orang-orang
lain menuju sasaran bersama. Definisi tersebut mencakup tiga elemen berikut:
1.
Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (relational concept). Kepemimpinan
hanya ada dalam proses relasi dengan orang lain (para pengikut). Apabila tidak
ada pengikut, maka tidak ada pemimpin. Tersirat dalam definisi ini adalah
premis bahwa para pemimpin yang efektif harus mengetahui bagaimana
membangkitkan inspirasi dan berrelasi dengan para pengikut mereka.
2.
Kepemimpinan merupakan suatu proses. Agar bisa memimpin, pemimpin harus
melakukan sesuatu. Seperti telah diobservasi oleh John Gardner (1986-1988)
kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu otoritas. Kendati posisi
otoritas yang diformalkan mungkin sangat mendorong proses kepemimpinan, namun
sekedar menduduki posisi itu tidak menandai seseorang untuk menjadi pemimpin.
3.
Kepemimpinan harus membujuk orang-orang lain untuk mengambil tindakan. Pemimpin
membujuk pengikutnya melalui berbagai cara, seperti menggunakan otoritas yang
terlegitimasi, menciptakan model (menjadi teladan), penetapan sasaran, memberi
imbalan dan hukum, restrukturisasi organisasi, dan mengkomunikasikan visi.
Berdasarkan pendapatnya stoner,
kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian
pengaruh pada kegiatan-kegiatan darisekelompok anggota yang saling berhubungan
tugasnya.
Pengertian Kepemimpinan Menurut Para Ahli Lainnya
Menurut Tead; Terry; Hoyt
(dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni
mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan
orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang
diinginkan kelompok.
Menurut
Young (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang
didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain
untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan
memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
Moejiono
(2002) memandang bahwa leadership tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh
satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang
membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance
induction theorist) cenderung memandang leadership sebagai pemaksaan atau
pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk
kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin (Moejiono, 2002).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar